Berdasarkan sumber-sumber yang ada,
tampaknya tak ada hal baru dari segi pokok materi (bahan ajar).
Yang baru
justru pada pendekatan, metode, dan strategi pembelajarannya. Dari beberapa
teman yang telah mengikuti diklat kurikulum, pendekatan baru itu disebut
sebagai pendekatan saintifik atau pendekatan ilmiah, yaitu: (1) melakukan
pengamatan atau observasi terhadap gejala, (2) menanya, (3) mengeksperimenkan
atau mengeksplorasi, (4) melakukan asosiasi, dan akhirnya (5) mengkomunikasikan,
yang dalam berbagai sosialisasi kurikulum baru ini disebut 5-M, atau inquiry/discoverybase learning dan project base learning sehingga memenuhi 14
prinsip pembelajaran sebagaimana yang tercantum dalam standar proses, yaitu:
2. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi
belajar berbasis aneka sumber belajar,
3. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai
penguatan penggunaan pendekatan ilmiah,
4. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran
berbasis kompetensi,
5. Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu,
6. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal
menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi,
7. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan
aplikatif,
8. Peningkatan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills)
dan keterampilan mental (softskills),
9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat,
10.Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi
keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing
madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam
proses pembelajaran (tut wuri handayani);
11.Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan
di masyarakat;
12.Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja
adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas,
13.Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan
14.Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang
budaya peserta didik.
Pendekatan demikiansesungguhnya
serupa, atau tidak jauh berbeda, dengan yang ada pada kurikulum-kurikulum
sebelumnya, seperti CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) pada Kurikulum 1984,
pendidikan keterampilan proses pada Kurikulum 1994, maupun pembelajaran
berbasis kompetensi pada Kurikulum 2004 yang kemudian disempurnakan pada
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Tahun 2006. Subtstansi dari
pembelajaran tersebut adalah tidak lagi berorientasi pada guru (sebagaimana
Kurikulum 1973), melainkan berorientasi kepada peserta didik. Guru tidak lagi
menjadi satu-satunya sumber belajar, melainkansebagai fasilitator, motivator,
dan perancang pembelajaran. Sumber iibelajar dapat berupa apa saja, di mana dan
darimana saja (aneka sumber belajar), dari sumber-sumber on line,
buku, majalah, dan berbagai dokumen tertulis, audio, bahan-bahan audio-visual,
termasuk sumber-sumber belajar yang langsung dari masyarakat.
Selanjutnya, jika dalam kurikulum
sebelumnya guru diwajibkan untuk “menyisipkan” pendidikan karakter dalam proses
pembelajaran, dan mencantumkannya dalam silabus serta rencana
pembelajaran,dalam kurikulum baru ini tidak perlu lagi. Hal yang semacam dengan
pendidikan karakter sudah pada KI di setiap mata pelajaran, yaitu menghayati
dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya (KI-1), dan menghayati dan
mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan
sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri
sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia (KI-2).
Kemampuan atau kompetensi ideal
(KI-1 dan KI-2) tersebut, diharapkan dapat tercapai setelah guru membelajarkan
para peserta didiknya dengan bahan ajar sesuai dengan disiplin ilmu atau mata
pelajarannya dan menjadikan peserta didiknya mampu memahami, menerapkan,
menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa
ingin-tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora
dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada
bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah (KI-3), dan mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan
ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah
secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan (KI-4).
Ideal memang. Pendekatan, metode,
dan strategi pembelajaran sangat memahami karakteristik dari setiap peserta
didik. Namun, konsistensi program pendidikan dari persiapan, pelaksanaan, dan
assesment perlu dipertanyakan. Jika tetap saja Ujian Nasional menjadi salah
satu assesment dengan model seperti yang sekarang ini, saya pesimis guru-guru
akan melaksanakan pendekatan, metode, dan strategi sebagaimana diharapkan oleh
kurikulum baru. Dengan adanya UN sebagaimana sekarang, guru-guru akan
membelajarkan mata pelajaran yang diampunya berorientasi UN. Guru-guru akan
membelajarkan siswa-siswanya dengan berbasis materi daripada kompetensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar